![]()
MINAHASA — Di tengah pusaran transparansi dan akuntabilitas yang menjadi mantra reformasi birokrasi, publik Minahasa kembali diguncang oleh pemberitaan sensasional. Salah satu media di Sulawesi Utara sebelumnya mengabarkan “Ci Kori” bersama Kepala Dinas PUPR Minahasa terjerat kasus korupsi proyek jalan bernilai Rp9,1 miliar.
Namun hasil penelusuran dan konfirmasi lapangan justru menyingkap fakta yang berbeda: data yang dipublikasikan dinilai jauh dari realitas.

Kepala Dinas PUPR Minahasa, saat ditemui Jumat pagi, menegaskan kekecewaannya atas publikasi tersebut.
“Tanpa konfirmasi yang jelas mengenai anggaran, sudah diekspos dengan nilai Rp9 miliar lebih. Padahal proyek jalan itu hanya Rp4,6 miliar lebih. Bahkan foto saya dipampang jelas di media itu,” ujarnya dengan nada tegas.
Lebih lanjut, ia membeberkan bahwa temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dikaitkan dengan proyek itu hanya sebesar Rp42 juta lebih dan telah dikembalikan ke kas negara.
“Semua itu kami lakukan demi penyelamatan keuangan negara,” tegasnya.
Kritik juga datang dari salah satu penggiat anti-korupsi yang enggan disebutkan namanya. Ia menyoroti pencatutan nama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemberitaan tersebut.
“Kalau kerugian negara hanya Rp42 juta lebih lalu melibatkan KPK turun langsung memeriksa, justru berpotensi merugikan negara. Apakah biaya operasional KPK turun ke daerah sudah diperhitungkan? Jangan sampai nama KPK hanya dijadikan alat untuk kepentingan tertentu,” tandasnya.
Penelusuran redaksi juga menemukan fakta lain yang mengikis kredibilitas pemberitaan awal: nama “Ci Kori” yang disebut bukanlah pelaksana proyek jalan Wolaang–Manembo. Proyek itu dikerjakan oleh CV KMI, bukan milik Ci Kori.
Kasus ini menjadi potret buram tentang bagaimana informasi publik—terutama terkait pengelolaan anggaran negara—sering kali disajikan secara serampangan.
Di balik jargon “bersih, transparan, dan akuntabel” yang selalu digaungkan pemerintah, publik menuntut fakta yang presisi, bukan sekadar angka sensasional yang mengaburkan esensi kebenaran.
Klarifikasi ini diharapkan menjadi cermin agar setiap pihak, termasuk media, lebih berhati-hati agar pemberitaan tak menjadi alat politisasi atau kriminalisasi yang membunuh reputasi.
☆J.L
