![]()
MANADO — Dalam arsitektur tata kelola pemerintahan yang seharusnya meneguhkan supremasi integritas dan transparansi, publik kembali dikejutkan dengan laporan Lembaga Perlindungan Konsumen Sulut (LPK-SULUT) terkait dugaan perjalanan dinas fiktif (SPPD fiktif) di lingkungan DPRD Provinsi Sulawesi Utara.
Kasus ini disebut berlangsung pada tahun 2020–2021, periode krisis pandemi Covid-19, ketika pemerintah pusat secara tegas melarang perjalanan dinas luar daerah serta kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan.
Alih-alih mematuhi kebijakan tersebut, LPK-SULUT menilai ada indikasi kuat penyalahgunaan anggaran yang justru terjadi di jantung lembaga legislatif daerah.
Ketua 1 DPP LPK-SULUT, James H Worek, menyebut temuan ini sebagai “aroma korupsi yang menyesakkan ruang publik di tengah penderitaan rakyat.”
“Kami menemukan adanya indikasi kuat penyalahgunaan anggaran perjalanan dinas yang dilakukan justru saat aturan pemerintah melarang kegiatan tersebut. Fakta ini bukan hanya bentuk pelanggaran administrasi, tetapi telah mencederai kepercayaan rakyat terhadap institusi wakilnya,” tegas Worek.
Menurut LPK-SULUT, dugaan SPPD fiktif ini bukan sekadar kesalahan teknis birokrasi, melainkan cerminan krisis legitimasi moral di tubuh DPRD Sulut. Di saat anggaran publik seharusnya difokuskan pada penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi masyarakat, justru terindikasi dialihkan untuk kepentingan fiktif yang menguntungkan segelintir pihak.
“Ini jelas bentuk pengkhianatan terhadap mandat rakyat. Pada masa pandemi, rakyat berjuang mempertahankan hidup, sementara oknum di lembaga legislatif diduga bermain-main dengan anggaran publik,” tambah Worek.
Laporan resmi LPK-SULUT kini telah bergulir di Polda Sulawesi Utara. Lembaga ini menegaskan, penanganan kasus ini menjadi ujian nyata supremasi hukum, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggara negara.
“Kami mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak cepat, objektif, dan tegas dalam menyelidiki dugaan ini. Publik menuntut keadilan dan kepastian hukum. Jangan sampai kasus ini terkubur dalam ruang kompromi politik,” ujar Worek.
Hingga berita ini diturunkan, pihak DPRD Provinsi Sulawesi Utara belum memberikan keterangan resmi terkait laporan dugaan penyalahgunaan anggaran tersebut.
Bagi LPK-SULUT, kasus ini bukan sekadar soal perjalanan dinas fiktif, tetapi menjadi simbol dari rapuhnya pilar keterbukaan publik di tubuh legislatif.
“Ini adalah panggilan sejarah untuk mempertegas kembali komitmen integritas lembaga negara. Jika dibiarkan, maka publik akan terus kehilangan kepercayaan pada institusi yang seharusnya menjadi benteng demokrasi,” pungkas Worek.
(Glend.W)